peta situs

Senin, 04 Agustus 2025

Budaya Makan Papeda Masyarakat Suku Mek, Gilika dan wilayah sekitarnya.

 Budaya Makan Papeda Masyarakat Suku Mek, Gilika dan wilayah sekitarnya.

Jayapura, 03 Agustus 2025


Budaya makan papeda masyarakat Gilika, setiap sub-sub suku yang ada di wilayah Gilika, suku masyarakat yang ada Gilika wilayah sekitarnya makan dengan antusias.

Papeda adalah makanan pokok dalam kehidupan sehari-hari mereka. Sagu (Yahe) adalah makanan khas lokal Papua, termasuk masyarakat Gilika, distrik Benawa, kabupaten Yalimo, Papua. Masyarakat Gilika hasil olahan sagunya secara tradisional.

A. Lahan pohon Sagu (Yahe Ngai Dam) 

  Lahan pohon Sagu merupakan warisan kehidupan sehari-hari masyarakat Gilika, karena adanya pohon sagu dan masyarakat ditogok serta makan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokoknya mereka. Dari setiap lahan pohon Sagu masing-masing pemilik satu hingga 5 pohon sagu dengan nama pohon sagu berbeda-beda. Tidak bisa togok sembarangan, harus minta izin atau pemilik yang diizinkan satu pohon sagu togok dan makan dengan keluarga. Biasanya 2-5 keluarga gabung menjadi satu dengan suatu kesepakatan pria dan bersama dengan para kaum wanita yang berfungsi sebagai meremas sagu, sedangkan laki-laki togok sagu dan pergi perburuan untuk makan dengan papeda.

B. Pengelolaan Sagu di masyarakat Gilika (Yahe webto deriopne Gilika Nimi)

Olahan sagu dari hasil togok sagu, di masyarakat Gilika dan wilayah sekitarnya, kaum pria-pria berfungsi untuk mentogok sagu dan pergi mencari perburuan untuk makan dengan papeda.

Bisanya para pria pagi tugas, ada 2/3 orang untuk tugasnya togok sagu dan menyiapkan kayu pagar.  Ada sebagian besar pergi mencari sayur, perburuan burung, tikus, dan sejenisnya hewan bisa makan dengan papeda tetapi sudah pernah di makan. Karena tanpa sayur atau daging tidak bisa makan dengan Papeda saja. Sedangkan untuk para perempuan tugasnya untuk meramas sagu dari pagi hingga sore sekitar jam 5 sudah berhenti, istrahat, dan makan malam bersama laki-laki dan perempuan. 


C. Budaya Makan Papeda masyarakat Gilika  (Yahe Deriopne Gilika Nimi)

    Setelah putar papeda, sudah masak sayuran bersama daging-dagingan, waktu untuk makan, tetapi sebelum makan, bagi dulu sayur bersama dengan daging yang sudah dimasak secara pakar batu di bungkus dengan daun-daun ditiup diatasnya batu-batuan. Supaya up-nya masak sendiri di dalam. 

Bagi-bagi sayur  kepada semua orang yang di sekitar tempat makan. Setelah semua dapat sayur untuk makan dengan papeda baru di bagi lagi papeda. Biasanya 2 kau untuk laki-laki dan 1 kulit kayu buat perempuan jika para perempuan sedikit orang. Tergantung pada orang-orang banyak berarti putar papeda 5-6 di kulit kayu atau sekarang wajan/loyang. Cara makan papeda biasanya laki-laki duduk jongkok dan makan sedangkan perempuan tetap duduk manis. Itu juga tergantung pada tempat makan saja. Yang kenapa para laki-laki sambil makan papeda tetap semua duduk jongkok? Karena alasannya banyak papeda yang di makan pasti perut besar. Jadi makan sedikit supaya perut para laki-laki tetap kecil walaupun sudah makan papeda banyak. Budaya makan papeda seperti ini dari nenek moyang sampai sekarang. 

D. Makanan favorit daging-dagingan dengan papeda (waliap Yahe faro derop) 

Makanan papeda dengan daging babi, babi hutan, daging burung, dan katak, dan daging-dagingan lainnya. Semua orang senang jika makan dengan daging karena semua papeda yang di putar 4-5 bisa habis total di bandingkan makan papeda dengan sayur (malia ma'am) tidak bisa habis cepat karena haus untuk makan kurang tetapi makan untuk rasa laparnya saja. 

D. Interaksi Masyarakat Tidak Makan papeda 2 hari (Yahe dero kom-kom wamna ae enipna fene to wilini) 

 kehidupan sehari-hari masyarakat Gilika, biasanya para orang tua hingga anak-anak kecil tidak bisa makan ubi, pisang, dan kelari karena lidah ingin supaya harus makan papeda. Ini alasan besar untuk tetap harus putar papeda makan. Barulah bisa beraktivitas atau tidur seperti biasa pada umumnya. 2/3 tidak memakan papeda panas yang diputar barusan atau sudah dingin dalam bahasa Mek Gilika disebut (Yahe Wel) itu tidak makan sama sekali berarti para orang tua serta anak-anak pun tidak bisa bertahan hidup. Membuat mereka ada kurang sekali jika tidak makan papeda sama sekali. Ada juga anak-anak kecil tidak bisa makan ubi, pisang, kelari, tanaman lainnya tidak bisa makan sama sekali, selain makan papeda saja. 


Simpulan 


Sagu bukan makanan biasa tetapi menurut/pandangan masyarakat wilayah suku Mek Yang di Gilika dan sekitarnya sagu sebagai makanan pokok dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Gilika. 

"Tanpa makan papeda tidak bisa hidup" 

Ini adalah pepatah dari orang tua sampai hari ini masih ada di wilayah Gilika dan sekitarnya.


Penulis, Waniel Weth 

Anak daerah Gilika 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Yang Menikmati Dana Otsus Papua Diam, Sedangkan yang Belum Mendapatkan Dana Otsus Papua yang Berteriak Minta Merdeka

 “Yang Menikmati Dana Otsus Papua Diam, Sedangkan yang Belum Mendapatkan Dana Otsus Papua yang Berteriak Minta Merdeka” Oleh, Waniel Weth ma...