peta situs

Kamis, 05 Januari 2023

AYAH

 



Tema : “ AYAH"

Karya: Waniel Weth

 

Aku benci kepadanya. Benar-benar benci. Laki-laki paruh baya itu,  yang seharusnya  amat kucintai, Satu-satunya orang yang kumiliki setelah ibu pergi, malah ku benci mati-matian. Setiap hari, aku selalu pulang lewat tengah malam.

Bagiku, berada dirumah itu bagaikan di Neraka. Satu alasan, karena dirumah ada orang itu. Setiap ia memergokiku pulang larut malam, Ia langsung memarahiku  habis-habisan, mengomel panjang lebar. tentang ini lah, itu lah. Yang tak tahu, ucapan panjang lebarnya itu sia-sia. Membuang tenaganya saja. Karena toh aku sama sekali tak menghiraukan, menutup kupingku rapat-rapat, seolah tak ada yang berbicara kepadaku. Entah apa yang merasuki diriku, hingga aku benar-benar membencinya. Dia Ayahku! Ayah kandungku! tapi apa pantas ia ku panggil Ayah? Dia membuangku dan Ibu, sementara ia menikah lagi dengan wanita lain, yang lebih mudah dan cantik daripada Ibu. Lalu tiba-tiba ia kembali lagi dalam kehidupan kami setelah wanita itu pergi meninggalkannya. Apa pantas laki-laki tak bertanggung jawab ini ku panggil Ayah?! Kemana saja ia selama ini?! Aku dan Ibu,

bersusah payah hidup melarat di jalanan, tanpa sepeser pun uang. Sebungkus nasi untuk makan pun kami sudah sangat bersyukur. Ayah macam apa, yang membiarkan anaknya, memeras keringat dibawah terik matahari, membiarkan anaknya, bertaruh nyawa di tengah jalanan yang penuh mobil-mobil berseliweran, sementara dirinya enak-enakan.Duduk manis, bersantai di rumah mewah bersama wanita yang tak tahu diri itu tanpa memikirkan sedikitpun kondisiku dan Ibu. Kutanya sekali lagi, apa itu pantas disebut ayah?!

Puncak kebencianku padanya, pada suatu waktu,

Saat aku mencoba melunakkan hatiku untuk ikut makan malam bersamanya. Ia mengajak berbicara tentang masa depanku. Bulan depan aku lulus SMA dan melanjutkan ke Perguruan tinggi. Dia memaksaku mengambil jurusan Ekonomi manajemen untuk meneruskan bisnisnya.

Tapi tak pernah tahu. Kalau sejak kecil aku ingin sekali menjadi Seniman. Lantas, aku menolak idenya dan mengatakan pendapatku untuk mengambil jurusan kesenian. Tapi apa yang perbuat?! Malah memarahiku habis-habisan. Menghina pendapatku, mencaci i impianku sejak kecil itu, mengatakan kalau aku benar-benar sinting dan bodoh bila aku masuk ke fakultas kesenian. Kukatakan kepadanya setengah membentak, aku sudah besar! "Aku bisa menentukan kehidupanku sendiri? Ini hidupku, hakku pribadi untuk menentukan kemana aku akan melangkah selanjutnya! Aku bukan robot yang bisa aku perintah kesini kesana kemari!" Mendengar aku tetap kekeh pada pendirianku, Ia mala mengancam tak mau membiayai kuliahku. Tantangan yang ia beriak pun ku jawab dengan aksiku minggat dari rumah. Hidupku kembali seperti dulu,

Berjuang sendiri demi hidupku bebas, bebas menggapai semua impianku

yang sejak dulu ingin kucapai akhir 2 tahun berlalu. Tiba-tiba, ia datang dan berdiri di depan pintu kost ku.

Penampilan Laki-lak itu jauh berbeda dari 2 tahun yang lalu. Matanya cekung karena

Kurang tidur, badannya kurus dan mulai mengeriput, dan... Dimana wajah angkuh nanti sombong yang bisa ia tampilkan itu?

Hanya ekspresi sendu yang dapat kulihat dari wajahnya saat itu. Tapi rasa kesal dan amarahku masih amat besar terhadapnya. Langsung ku usir dia dari rumahku. Ternyata sifat keras kepalanya sama sekali tak berubah. Ia tetap berdiri disana, tak bergeming sedikitpun. Kesalku bertambah. Ku dorong badannya menjauhi pintu lalu aku pergi menjauh. Ya tuhan, betapa keras kepalanya ayahku ini. Dengan fisik

rentannya ia masih mencoba mengejarku . Aku terpaksa mempercepat langkahku, berlari menyeberangi jalan raya yang tepat berada di depan berada di depan kost-ku.  Yang aku tak tahu, saat itu sebuah mobil box melaju kencang ke arahku, saat itu aku menyadarinya, aku hanya pasrah dan tiba-tiba semuanya menjadi gelap.

*** Saat aku membuka mata, kukira aku telah terbang menuju alam lain sana, tetapi tidak. Nyatanya aku masih berdududk dipinggir trotoar, sementara warga semakin ramai berkerumun di depanku.  Rasa penasaran membuatku bangkit dan melihat apa yang terjadi. Dalam pandangku, laki-laki itu terkapar, bersimbah darah.

Tak terasa air mataku

menggenang, bahuku mulai berguncang keras. Entah mengapa tangisku mengalir deras tanpa bisa ditahan kalinya, aku menyadari, aku menyayangi Ayahku.

***Pendarahan otak yang dialami ayahku gara-gara kecelakaan itu terlalu parah. Nyawanya tak bisa diselamatkan. Sebagai anak Satu-satunya, jelaslah kalau hanya  aku  yang bisa meneruskan bisnis ayahku bini. 2 hari setelah kematian ayah, aku langsung pergi ke kantor. Mengurus  semua keperluan yang kubutuhkan untuk mencantikan ayahku di perusahaan. Aku masuk ke dalam ruangan kerja Ayahku untuk membereskan barang-barang peninggalannya, dan aku menemukan sebuah surat lusuh yang menarik perhatianku dalam laci mejanya. Kubaca surat itu. ....... Anakku tersayang.. Langit Ramadhan. Dimana kamu sekarang? Ayah kangen sama kamu. Apa kamu masih ingat sama ayah? Pasti kamu sudah besar sekarang. Maafin ayah, nak. Maafin ayah. Ayah pergi meninggalkan dan ibumu. Ayah menterlantarkanmu. Maafin ayah.

Ayah nggak bisa menemani kamu tumbuh dewasa. Ayah nggak pernah memberimu semangat saat kamu bertanding bola dengan teman-temanmu. Ayah juga

nggak pernah menemani kamu bermain, Ayah nggak pernah melakukan apa yang dilakukan seorang ayah kepada anaknya   Ayah minta maaf, nak. Ayah benar-benar minta maaf. Meninggalkanmu  dan Ibu, adalah kesalahan terbesar yang pernah ayah buat. Maafin Ayah... Bercak tetesan air mata Ayah masih tercetak jelas diatas  kertas itu. Membuatku menyadari kesalahan terbesarku. Membenci Ayahku, seseorang yang dulu sangat kurindukan kehadirannya. Kunantikan kasih sayang serta pelukannya. Kini semua telah terlambat. Aku benar-benar terlambat menyadarinya, bahwa sebenarnya aku sayang Ayahku, bahwa aku butuh perhatian dan kasih sayang,  seperti anak-anak lainnya. Lantas aku mengikuti diriku.Tuhan, mengapa penyelesaian datang terlambat? Ku hanya baca surat ini, ternyata Ayahku sayang salam Ayah tetapi Aku salah paham tentang kehidupanku. Ayah Nak minta maaf lagi walaupun Ayah pergi tetapi secara tidak lihat muka, aku maafin Ayah. Ayah perintamu juga sangat bagus, tapi ku tak dengar semuanya itu. Biarlah sudah terpisah tak akan ketemu, Ayah pergi sudah jauh dariku. Dimana tuhan samakan pasti akan perjumpaan  akan menghilangkan rasa sakit yang terjadi dalam kalbu.

 

Itulah cerita kehidupan keluarga tokoh Mizra.

 


Editting by Waniel Weth

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Yang Menikmati Dana Otsus Papua Diam, Sedangkan yang Belum Mendapatkan Dana Otsus Papua yang Berteriak Minta Merdeka

 “Yang Menikmati Dana Otsus Papua Diam, Sedangkan yang Belum Mendapatkan Dana Otsus Papua yang Berteriak Minta Merdeka” Oleh, Waniel Weth ma...