“Yang Menikmati Dana Otsus Papua Diam, Sedangkan yang Belum Mendapatkan Dana Otsus Papua yang Berteriak Minta Merdeka”
Oleh, Waniel Weth mahasiswa universitas Cenderawasih Jayapura.
Dok: foto ilustrasi orang Papua menikmati hidup dengan dana Otsus Papua.
Pendahuluan
Otonomi Khusus (Otsus) Papua merupakan kebijakan pemerintah Indonesia yang diberikan kepada Provinsi Papua sejak tahun 2001 melalui Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001. Tujuan utama dari kebijakan ini adalah untuk memberikan ruang yang lebih besar bagi masyarakat Papua dalam mengatur pembangunan daerahnya, meningkatkan kesejahteraan rakyat, serta mengurangi kesenjangan antara Papua dan daerah lain di Indonesia.
Namun dalam pelaksanaannya, dana Otsus yang jumlahnya sangat besar justru menimbulkan perdebatan. Ada pihak-pihak tertentu yang mendapatkan akses lebih luas terhadap dana Otsus dan hidup dalam kenyamanan, sementara sebagian masyarakat Papua lainnya merasa terpinggirkan karena tidak merasakan manfaat secara langsung. Hal inilah yang menimbulkan paradoks: mereka yang menikmati dana Otsus cenderung diam, sedangkan masyarakat yang tidak mendapat manfaatnya justru bersuara keras bahkan menuntut kemerdekaan.
Pembahasan
1. Tujuan dan Realitas Dana Otsus
Dana Otsus diharapkan dapat digunakan untuk sektor pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat Papua. Namun dalam kenyataan, penyaluran dana Otsus sering kali tidak merata dan terjebak dalam birokrasi serta kepentingan politik elit daerah.
Banyak laporan menunjukkan adanya praktik korupsi, salah sasaran program, hingga ketidaktransparanan dalam pengelolaan anggaran. Akibatnya, masyarakat pedalaman Papua masih kesulitan mengakses layanan pendidikan dan kesehatan, sementara segelintir elit politik dan birokrat menikmati keuntungan besar.
2. Diamnya Penerima Manfaat Otsus
Kelompok yang mendapatkan akses dana Otsus, baik secara langsung maupun tidak langsung, cenderung diam. Hal ini karena mereka sudah diuntungkan secara ekonomi dan sosial. Mereka bisa menikmati fasilitas pendidikan, pekerjaan, dan peluang usaha. Diamnya kelompok ini menandakan adanya sikap pasif akibat ketergantungan pada dana Otsus, tanpa kritik terhadap ketidakadilan distribusi.
3. Suara Merdeka dari Kelompok yang Terpinggirkan
Sebaliknya, masyarakat Papua yang tidak mendapatkan manfaat dari dana Otsus, khususnya masyarakat di daerah pedalaman dan wilayah terisolasi, sering kali merasa tidak diperhatikan. Mereka tetap miskin, sulit mengakses pendidikan, pelayanan kesehatan, serta infrastruktur dasar. Kondisi ini membuat sebagian dari mereka menyuarakan ketidakpuasan bahkan menuntut kemerdekaan sebagai bentuk perlawanan.
4. Politisasi Dana Otsus
Dana Otsus sering dijadikan alat politik untuk menguatkan kekuasaan elit lokal dan sebagai bargaining politik antara pusat dan daerah. Hal ini memperkuat stigma bahwa Otsus bukan solusi bagi Papua, melainkan hanya “gula-gula politik” untuk meredam tuntutan kemerdekaan.
5. Jalan Keluar: Transparansi dan Keadilan
Untuk menjawab masalah ini, beberapa langkah perlu dilakukan:
Transparansi pengelolaan dana Otsus melalui audit independen.
Pemerataan akses bagi masyarakat Papua, khususnya di daerah pedalaman.
Pemberdayaan masyarakat lokal agar tidak hanya bergantung pada elit politik.
Dialog konstruktif antara pemerintah pusat dan masyarakat Papua agar suara kritis tidak hanya dijawab dengan pendekatan keamanan, melainkan dengan solusi kesejahteraan.
Penutup
Paradoks diamnya penerima manfaat dana Otsus dan kerasnya suara mereka yang tidak menikmatinya menunjukkan adanya ketimpangan dalam pengelolaan kebijakan tersebut. Otsus seharusnya menjadi jembatan untuk kesejahteraan, bukan sumber konflik sosial dan politik. Jika pengelolaan dana Otsus tidak segera diperbaiki dengan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan pemerataan, maka potensi konflik dan tuntutan merdeka dari masyarakat Papua akan terus bergema.
Daftar Pustaka
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.
2. Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. (2021). Laporan Hasil Pemeriksaan Dana Otonomi Khusus Papua.
3. Ginting, A. (2020). Otonomi Khusus Papua: Harapan dan Realitas. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor.
4. Kementerian Keuangan RI. (2022). Data dan Evaluasi Dana Otsus Papua.
5. Widjojo, M. S. (2015). Papua Road Map: Negotiating the Past, Improving the Present and Securing the Future. Jakarta: LIPI Press.
6. Tebay, N. (2009). Dialog Jakarta-Papua: Sebuah Perspektif Papua. Jayapura: Sekretariat Keadilan dan Perdamaian.
7. Tempo. (2021). “20 Tahun Dana Otsus Papua, Siapa yang Diuntungkan?”
8. Kompas. (2022). “Ketimpangan Otsus Papua dan Suara Kemerdekaan.”
9. Elmslie, J. (2018). West Papua: The Issue of Political Independence and Autonomy. Sydney: University of New South Wales.
10. Ikrar Nusa Bhakti. (2013). Papua dalam Politik Nasional Indonesia. Jakarta: LIPI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar